Penyalahgunaan obat antituberkulosis berisiko menimbulkan resistensi obat, termasuk menimbulkan tuberkulosis extensively drug resistant.
Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Tb menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan dalam temu media, Jumat (17/12), tuberkulosis multidrug resistant (Tb-MDR) menjadi perhatian Indonesia nomor delapan dari 27 negara dengan beban terbesar Tb-MDR. Perkiraan insidensi Tb-MDR di Indonesia sebesar 6.395 kasus per tahun. Tb-MDR umumnya merupakan Tb yang resisten terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya.
Situasi tersebut dapat semakin parah jika terjadi kasus tuberkulosis extensively drug resistant (Tb-XDR) yang salah satunya dapat timbul akibat penyalahgunaan obat antituberkulosis lini dua. Saat ini, obat antituberkulosis lini dua yang beredar, seperti quinolon dan kanamisin, banyak disalahgunakan.
Untuk penyakit lain
Tjandra mencontohkan, quinolon banyak digunakan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit lain di luar tuberkulosis sehingga begitu penderita terkena tuberkulosis, kuman telah resisten. Kemungkinan lainnya ialah terjadi kesalahan dalam pembelian obat yang dapat memicu resistensi.
Padahal, penanganan Tb-MDR berpuluh kali lipat lebih mahal, lama, dan efek samping obat lebih berat. Lebih bahaya lagi, belum ada obat yang direkomendasikan untuk membunuh kuman Tb-XDR-TB.
Tjandra mengatakan, Tb-MDR merupakan kesalahan manusia. Resistensi obat sebetulnya dapat diobati dengan menerapkan strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemotherapy) atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek yang baik. Pengobatan juga harus lengkap dan harus memadai.
Situasi tuberkulosis di Indonesia sendiri membaik. Indonesia saat ini berada di urutan kelima dari 22 negara dengan beban Tb terbanyak menurut Global Tuberculosis Control (2009). Sebelumnya, Indonesia menduduki urutan ketiga. Namun, penanganan tuberkulosis semakin berat dengan merebaknya HIV/AIDS dan Tb-MDR.
Efek Samping Obat Tuberkulosis
Pada umumnya, penderita dapat merasakan manfaat obat tuberkulosis setelah dua minggu pengobatan. Gejala penyakit seperti demam dan batuk akan mulai berkurang, namun itu tak berarti obat dapat dihentikan. Cukup banyak penderita tuberkulosis yang tidak minum obat lagi karena merasa badannya sudah sehat. Tindakan ini tidak tepat karena kalau obat tuberkulosis tak diminum sampai selesai, yaitu enam bulan, maka sebenarnya tuberkulosis belumlah sembuh meski gejalanya sudah hilang. Gejala tersebut akan timbul kembali karena kuman tuberkulosisnya masih aktif.
Dokter umum mempunyai kemampuan untuk mendiagnosis dan mengobati tuberkulosis. Karena itu, keponakan Anda dapat melanjutkan pengobatan di puskesmas. Gangguan fungsi hati biasanya akan membaik kembali. Puskesmas dan dokter keluarga merupakan lini terdepan dalam mencegah dan mengobati tuberkulosis. Sedangkan dokter spesialis akan membantu jika ada kasus sulit dalam penatalaksanaan penyakit tersebut. Biasanya, dokter puskesmas atau dokter keluarga akan merujuk pasien jika memang dalam pengobatan menghadapi masalah yang di luar kemampuan mereka.
Angka keberhasilan terapi tuberkulosis amat tinggi sehingga masyarakat hendaknya dapat memanfaatkan pengobatan cuma-cuma yang disediakan pemerintah. Dengan jaminan obat akan diminum sampai selesai, hasil pengobatan dalam program pemerintah ini menunjukkan hasil yang baik. Karena itulah, keluarga perlu ikut menjaga agar obat tuberkulosis dapat diminum sampai selesai, yaitu sekitar enam bulan.
Penularan
Pada penderita tuberkulosis paru yang belum diobati dapat ditemukan kuman tuberkulosis di dahaknya, pada masa ini penderita dapat menyebarkan kuman pada lingkungannya melalui udara. Karena itulah, jika penderita batuk, dia harus menutup mulutnya agar tak menyebarkan kuman ke udara. Namun jika penderita telah diobati, biasanya kumannya tak ditemukan lagi sehingga risiko menularkan pada orang lain berkurang.
Jika ada anggota keluarga yang menderita tuberkulosis, langkah pertama adalah mengobatinya sehingga dia tak lagi jadi sumber penularan. Kedua adalah dengan mencegah penularan pada anggota keluarga dengan cara penderita menutup mulut pada waktu batuk. Anggota keluarga perlu meningkatkan kekebalan tubu dengan hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga, tidur yang baik, dan menjaga ventilasi udara di rumah agar berjalan dengan baik.
Dalam menjalani terapi tuberkulosis, adakalanya dihadapi efek samping obat tuberkulosis. Efek samping ini jarang terjadi, jika terjadi dokter akan dapat mendeteksinya dan mengatasinya. Jadi, Anda tak perlu terlalu khawatir dengan efek samping yang dialami oleh keponakan Anda. Bantulah dokter puskesmas yang mengobatinya untuk menemukan obat yang dapat ditoleransi oleh hati keponakan Anda. Biasanya, obat akan dimulai lagi secara bertahap sampai ditemukan kombinasi obat yang cocok untuk penderita.
Jadi jangan berhenti berobat jika ada efek samping obat. Makanan yang baik akan meningkatkan kekebalan tubuh dan membantu keberhasilan terapi. Namun untuk menjadikan kuman tuberkulosis tidak aktif, diperlukan obat tuberkulosis yang diminum secara teratur dan lamanya sesuai dengan lama terapi yang dianjurkan dokter.
Read More ..